Menghindari Kemungkaran di Penghujung Tahun
Ternyata tidak sedikit kaum muslimin yang masih belum mengerti bagaimana hukum mengucapkan selamat natal atau hari-hari raya orang kafir lainnya. Hal ini nampak dari banyaknya kaum muslimin yang masih saja memberikan ucapan selamat, bergembira, dan bahkan ikut merayakan hari raya yang jatuh pada setiap penghujung tahun masehi tersebut, tidak terkecuali tahun ini.
Oleh karena itulah, kami akan menampilkan fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ dan Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin tentang permasalahan ini.
Tepat sepekan setelah hari natal, ada momen besar lainnya yang umat Islam sangat rawan untuk terjatuh kepada kemungkaran dan pelanggaran syar’i di dalamnya, yaitu tahun baru. Sehingga tidak lupa kami juga menampilkan hukum merayakannya sebagaimana yang telah difatwakan oleh para ulama.
Hukum Mengucapkan Selamat Kepada Orang-Orang Nashara pada Hari Raya Mereka
Pertanyaan:
Bagaimana hukum Islam tentang mengucapkan selamat kepada orang-orang nashara pada hari raya mereka, karena saya mempunyai paman yang bertetangga dengan seorang nashrani, dan paman saya ini memberikan ucapan selamat kepadanya ketika bergembira maupun ketika hari raya. Dan sebaliknya si nashrani tersebut juga mengucapkan selamat kepada paman saya ketika bergembira, ketika hari raya, atau pada kesempatan lain. Apakah ini diperbolehkan: ucapan selamat seorang muslim kepda nashrani dan nashrani kepada seorang muslim ketika hari raya-hari raya maupun saat-saat bergembira?
Jawaban:
Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat kepada orang-orang nashrani ketika hari raya-hari raya mereka, karena yang demikian itu merupakan bentuk ta’awun (tolong menolong) dalam perbuatan dosa dan kita dilarang untuk itu. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ.
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah: 2)
Sebagaimana juga disebabkan karena padanya (ucapan selamat tersebut) terdapat unsur kasih sayang kepada mereka, mengharap kecintaan, dan mengesankan sikap ridha kepada mereka dan syi’ar-syi’arnya, maka ini tidak diperbolehkan.
Bahkan yang wajib adalah menampakkan permusuhan dan kebencian yang nyata kepada mereka, karena mereka telah memerangi Allah jalla wa’ala dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, dan mereka telah menjadikan (menganggap) bagi Allah (memiliki) istri dan anak. Allah ta’ala berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ.
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Dan firman-Nya:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ.
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kamu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Wabillahittaufiq.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ III/313]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar