Pendapat Kedua
Menyatakan tidak disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ketika takbir.
Ini adalah satu pendapat dari madzhab Maliki, Ibnu Hazm Azh-Zhahiri, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Asy-Syaikh Al-Albani, dan yang lainnya.
Dalilnya adalah:
1. Tidak ada di dalam sunnah shahihah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir.
Al-Imam Malik berkata: “Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan sekalipun pada setiap takbir shalat idul fithri dan idul adha kecuali pada takbir yang pertama (yakni takbiratul ihram).”
Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan atsar yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya ketika takbir-takbir shalat jenazah.
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) berkata ketika menyanggah pendapat yang menshahihkan atsar tersebut: “Adapun penshahihan sebagian ulama yang mulia terhadap atsar yang menyebutkan diyari’atkannya mengangkat kedua tangan sebagaimana dalam ta’liq beliau terhadap Fathul Bari [III/190] adalah merupakan kesalahan yang nyata sebagaimana hal ini tidak tersamarkan lagi di kalangan orang yang mengetahui bidang ini (ilmu hadits).” [Ahkamul Jana’iz (148)]
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) juga berkata: “Tidak disunnahkan mengangkat kedua tangan karena yang demikian tidak pernah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang diriwayatkan dari ‘Umar dan putranya (Ibnu ‘Umar) tidak menjadaikan amalan ini sebagai amalan yang sunnah.” [Tamamul Minnah (348)]
Beliau (Asy-Syaikh Al-Albani ) juga berkata: “Kami tidak mendapatkan dalam sunnah satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan selain dari takbir pertama (takbiratul ihram), dan ini adalah madzhab Al-Hanifiyyah, dan pendapat yang dipilih oleh Asy-Syaukani, dan Ibnu Hazm juga memilih madzhab ini.” [Ahkamul Jana’iz (148)].
Asy-Syaikh Al-Albani juga berkata ketika mengomentari hadits Wail bin Hujr di atas: “Pembahasan hadits ini sama dengan pembahasan hadits Ibnu ‘Umar sebelumnya, yaitu tentang tidak bisanya hadits tersebut dijadikan dalil disyari’atkannya mengangkat kedua tangan pada setiap takbir-takbir tambahan, wallahu a’lam.” [Irwa’ul Ghalil (III/114)]
Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata: “Aku tidak mendapati satu dalil pun yang menunjukkan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat id.” [Kutub Wa Rasa’il ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad (V/260)]
Setelah melihat perbedaan pendapat dan ijtihad dari para ulama ahlussunnah tersebut, apa yang harus kita lakukan ketika shalat ‘id nanti? Mengangkat tangan ketika takbir atau tidak?
Jawaban yang cukup bagus dan menenangkan hati adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, beliau mengatakan:
“Jika mengangkat kedua tangan, maka ini tidak mengapa. Dan jika tidak mengangkat kedua tangan, maka inipun juga tidak mengapa.” [Dari Durus Al-Haram Al-Makki tahun 1424 H].
Mungkin ada yang bertanya, apa bisa dibenarkan pendapat yang menyatakan disyari’atkannya mengangkat kedua tangan? Padahal ibadah sifatnya adalah tauqifiyyah? Sementara kita tidak mengetahui satu dalil pun dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya?
Maka jawabannya adalah:
Pertama, bahwa mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat itu tidak disebutkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang menafikan (meniadakan) maupun yang menetapkan.
Maksudnya adalah bahwa bagi yang mengangkat kedua tangannya, maka ini tidak mengapa karena tidak disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menafikannya. Dan barangsiapa yang tidak mengangkat kedua tangannya, maka ini juga tidak mengapa karena tidak disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkannya.
Kedua, adalah hendaknya kita mengembalikan permasalahan seperti ini kepada ahlinya dari kalangan ulama, kita telah mengetahui bahwa mayoritas ulama berpendapat demikian. Tentunya kita tidak bisa dibandingkan dengan mereka dalam hal keilmuan dan pemahaman serta istinbath terhadap nash-nash / dalil-dalil syar’i. Mereka berijtihad dengan kedalaman ilmu dan ketaqwaan mereka kepada Allah ‘azza wajalla. Maha benar Allah dalam firman-Nya:
فاسئلوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“Maka bertanyalah kepada ahludz dzikr (para ulama) jika kalian tidak mengetahuinya.” [Al-Anbiya’: 7]
Pelajaran penting dari sini adalah hendaknya kita bisa bersikap lapang dada, ketika mendapati sebagian saudara kita melakukan amalan yang berbeda dengan amalan yang kita lakukan. Masing-masing beramal sesuai dengan keterangan dan ijtihad para ulama ahlussunnah. Tidak boleh saling menyalahkan satu terhadap yang lainnya.
Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar